A. Pengertian Perkecambahan
Perkecambahan benih merupakan proses pertumbuh-an dan
perkembangan embrio. Hasil dari perkecambahan akan muncul tumbuhan kecil dari
dalam biji (gambar 2.1). Proses pertumbuhan embrio saat perkecambahan benih
adalah plumula tumbuh dan berkembang menjadi pucuk dan radikula tumbuh dan
berkembang menjadi akar. Berdasarkan letak kotiledon pada saat perkecambahan
dikenal dua tipe perkecambahan yaitu hipogeal dan epigeal.
Proses produksi tanaman dimulai
dengan benih ditanam, kemudian tanaman dipelihara dan hasil tanaman (akar,
umbi, batang, pucuk, daun, bunga, dan
buah) dipanen. Kegiatan produksi pertanian memerlukan unit pembibitan tanaman. Pembibitan tanaman adalah
suatu proses penyediaan bahan tanaman yang berasal dari benih tanaman (biji
tanaman berkualitas baik dan siap untuk ditanam) atau bahan tanaman yang
berasal dari organ vegetatif tanaman untuk menghasilkan bibit (bahan tanaman
yang siap untuk ditanam di
lapangan. Teknik penanaman yang akan dikem-bangkan meliputi berbagai teknik dari setiap aspek pembibitan dan
produksi benih serta teknik untuk mengoptimalkan proses pertu-mbuhan dan perkembangan organ tanaman sehingga diperoleh hasil panen yang
mempunyai kualitas dan kuantitas yang baik.
Tipe perkecambahan pada benih terbagi menjadi 2
yaitu tipe epigeal dan hipogeal. Tipe epigeal banyak ditemui pada tanaman
dikotil, sebaliknya tipe hipogeal bisa ditemui pada tanaman monokotil.
1. Epigeal
Tipe perkecambahan epigeal ditandai hipokotil tumbuh memanjang
akibatnya kotiledon dan plumula terdorong ke permukaan tanah, sehingga
kotiledon berada di atas tanah, contoh pada kacang hijau. Termasuk dalam tipe
ini yaitu tanaman dikotil seperti kacang-kacangan. Kotiledon
tersebut dapat melakukan fotosintesis selama daun belum terbentuk contoh
perkecambahan kacang tanah.
Organ pertama yang muncul dari biji yang
berkecambah pada tipe epigeal adalah radikula, berikutnya ujung radikula harus
menembus permukaan tanah. Tumbuhan dikotil dengan rangsangan oleh cahaya, ruas
batang dibawah daun lembaga (hipokotil) akan tumbuh lurus mengangkat kotiledon
dan epikotil. Epikotil memunculkan helai daun pertamanya mengembang dan menjadi
hijau, serta mulai membuat makanan melalui fotosintesis, kotiledon akan layu
dan rontok dari bibit karena cadangan makanannya telah habis oleh embrio yang
berkecambah.
2. Hipogeal
Tipe perkecambahan ini ditandai pertumbuhan memanjang
dari epikotil yang menyebabkan plumula keluar menembus kulit biji dan muncul di
atas tanah, kotiledon tetap berada di dalam tanah, contohnya kecambah jagung.
Biasanya yang termasuk dalam tipe ini yaitu tanaman dengan tipe biji monokotil.
3. Tahapan Metabolisme Perkecambahan
a.
Tahap pertama suatu perkecambahan benih benih dimulai dengan proses
penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma.
b. Tahap kedua dimulai
dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi
benih.
c. Tahap
ketiga merupakan tahap
dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak, dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut
dan ditranslokasikan ke titik
tumbuh.
d. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah
meritematik untuk menghasikan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru.
e. Tahap kelima adalah
pertumbuhan dari kecambah melalui proses
pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik tumbuh. Sementara itu daun belum dapat berfungsi
sebagai organ untuk fotosintesis maka pertumbuhan kecambah sangat tergantung pada persediaan makanan yang
ada dalam biji.
C. Faktor-faktor Perkecambahan
Perkecambahan benih sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal berhubungan dengan
kondisi benih yang dikecambahkan, sedangkan faktor eksternal lebih berkaitan
dengan lingkungan.
1. Faktor Internal
a.
Tingkat Kemasakan Benih
Benih
yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tidak mempunyai viabilitas tinggi. Bahkan
pada beberarapa jenis tanaman menyebabkan tidak dapat berkecambah. Benih yang
belum masak secara fisiologis belum memiliki cadangan makanan yang cukup dan
embrio belum sempurna. Contoh benih tomat (Lycopersicon
esculentum Mill) yang belum masak dapat berkecambah serta menghasilkan
tananaman normal. Tetapi benih tersebut tidak memiliki kekuatan tumbuh dan
ketahanan terhadap keadaan yang tidak baik seperti pada benih masak.
b.
Ukuran Benih
Benih
yang berukuran besar diduga memiliki cadangan makanan lebih banyak dibandingkan
benih yang kecil, serta embrionya juga besar. Makin besar/berat suatu benih
maka kandungan kabrbohidrat, protein, lemak dan mineral yang diperlukan untuk
perkecambahan semakin banyak pula. Maka benih besar dan berat akan menghasilkan
kecambah yang besar pula.
Walaupun benih
berasal dari varietas yang sama, ukuran yang lebih besar akan mampu tumbuh
relatif cepat dibandingkan dengan ukuran benih yang lebih kecil. Kandungan
cadangan makanan akan mempengaruhi berat suatu benih. Hal ini tentu akan
mempengaruhi kecepatan tumbuh benih, karena benih yang berat dengan kandungan
cadangan makanan yang banyak akan menghasilkan energi yang lebih besar saat
mengalami proses perkecambahan. Hal ini akan mempengaruhi besarnya kecambah
yang keluar dan berat tanaman saat panen.
Jaringan
penyimpanannya benih memiliki karbohidrat, protein, lemak dan mineral. Bahan-bahan
ini diperlukan sebagai bahan baku dan energi bagi embrio pada saat
perkecambahan. Ukuran benih menunjukkan korelasi positif terhadap kandungan
protein pada benih sorgum (Sorghum
vulgare), makin besar/berat ukuran benih maka kandungan proteinnya makin
meningkat pula.
c.
Dormansi
Benih
yang mengalami dormansi tidak mau berkecambah meskipun sebenarnya hidup dan
kondisi lingkungan optimum (sesuai). Dormansi dapat disebabkan oleh berbagai
faktor antara lain : impermeabilitas kulit biji terhadap air atau gas,
resistensi kulit biji terhadap pengaruh mekanis dll. Dormansi benih akan
dibahas lebih luas pada bab berikutnya.
d.
Penghambat Perkecambahan
Banyak
zat-zat yang diketahui dapat menghambat perkecambahan benih, misalnya
herbisida, lendir yang melapisi biji tomat. Biji pada buah tomat yang masak tidak akan
berkecambah dalam buah, meskipun suhu, kelembaban dan kadar oksigennya sesuai.
Apabila biji dikeluarkan dari buah, dikeringkan kemudian ditanam, biji itu akan
segera berkecambah. Hal ini disebabkan karena dalam biji tomat mengandung inhibitor yaitu zat dapat menghambat pertumbuhan pada
tanaman. Buah tomat (Solanum lycopersicum) mengandung asam absisat (ABA) yang merupakan
zat penghambat (inhibitor)
perkecambahan. Lendir dalam buah tomat merupakan bagian yang mengandung ABA,
(gambar 2.3).
Jeruk nipis (Cytrus
aurantifolia) mengandung asam askorbat yang mengganggu penyerapan panjang
gelombang cahaya, sehingga menghambat perkecambah-an benih. sama halnya dengan
buah tomat, bagian dalam buah jeruk nipis pada daging buah mengandung asam
askorbat, (gambar 2.3.). Mekanisme penghambatan biji pada asam
askorbat pada jeruk nipis berlangsung secara kimiawi.
Ada satu percobaan yang dilakukan untuk membuktikan pengaruh inhibitor terhadap perkecambahan benih padi (Oryza
sativa). Percobaan dilakukan dengan merendam benih pada ke dalam larutan ekstraksi
buah tomat, buah jeruk, dan air biasa. Hasil
percobaan menunjukkan benih padi yang direndam dalam larutan ekstraksi jeruk maupun ekstraksi buah tomat tidak dapat berkecambah. Benih padi yang direndam
dengan air biasa dapat berkecambah. Hal ini menunjukkan ekstraksi buah tomat
dan jeruk mengandung inhibitor yang
dapat menghambat perkecambahan benih padi tersebut.
1. Faktor Luar
a.
Air
Syarat
penting berlangsungnya perkecambahan yaitu adanya air. Dua faktor penting yang
mempengaruhi penyerapan air pada benih yaitu sifat pelindung kulit benih dan
jumlah air yang tersedia disekitarnya. Sedangkan jumlah air yang diperlukan
bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air turut
dipengaruhi oleh suhu. Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum
terserap masuk ke dalam benih hingga 80 - 90 % dan umumnya dibutuhkan kadar air
benih sekitar 30 - 55 %. Kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat
aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena cendawan
atau bakteri.
b.
Temperatur
Pengaruh
suhu terhadap perkecambahan benih dapat
dicerminkan melalui suhu kardinal, yaitu suhu minimum, optimum, dan maksimum
dimana perkecambahan dapat terjadi (gambar 2.5). Suhu minimum yaitu suhu terendah dimana
perkecambahan dapat terjadi, suhu di bawah suhu tersebut tidak memungkinkan
perkecambahan terjadi. Suhu optimum yaitu suhu di mana perkecambahan tertinggi
dicapai pada periode terpendek. Suhu maksimum yaitu suhu tertinggi di mana
perkecambahan dapat terjadi, di atas suhu tersebut tidak terjadi perkecambahan
karena merupakan batas ambang kritis benih tidak dapat hidup (mati).
Temperatur
yang paling optimum untuk perkecambahan benih antara 20-35°C. Temperatur antara
0-5°C kebanyakan benih gagal berkecambah atau terjadi kerusakan yang
menyebabkan abnormal. Benih jagung memerlukan suhu minimum untuk berkecambah
antara 8-10°C, suhu optimum 32-35°C, dan suhu maksimum 40-44°C. Sementara itu
benih gandum hitam suhu minimum untuk berkecambah antara 3-5°C, suhu optimum 25-31°C, dan suhu
maksimum 30-40°C.
c.
Oksigen
Saat
perkecambahan, berlangsung proses respirasi disertai peningkatan pengambilan
oksigen, pelepasan karbondioksida, dan air serta energi berupa panas.
Terbatasnya oksigen yang dipakai akan mengakibatkan terhambatnya proses
perkecambahan benih.
Kebutuhan
oksigen sebanding dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu,
mikroorganisme yang terdapat dalam benih. Mikroorganisme bisa menjadi
kompetitor (pesaing) benih dalam
penyerapan oksigen, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi
perkecambahan benih. Umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang mengandung
29 % oksigen dan 0.03 % CO2. Namun
untuk benih yang dorman, perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk
ke dalam benih ditingkatkan sampai 80 %, karena biasanya oksigen yang masuk ke
embrio kurang dari 3 %.
d.
Cahaya
Benih
yang dikecambahkan pada keadaan kekurangan cahaya atau gelap dapat mengalami
etiolasi. Etiolasi yaitu terjadinya
pemanjangan yang tidak normal pada hipokotil atau epikotil dan kecambah
berwarna pucat serta lemah.
e.
Medium
Medium
yang baik untuk perkecambahan harus bersifat gembur, mempunyai kemampuan
menyimpan air dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan “damping off”.
DAFTAR
RUJUKAN
Gardner, F, dkk. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Cetakan ke
1. Jakarta : UI Press.
Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi Benih Pengolahan Benih dan
Tuntutan Praktikum. Cetakan Ke-4. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Sutopo,
L. 2002. Teknologi Benih. Cetakan 5. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
Sutopo,
L. 2010. Teknologi Benih Edisi
Revisi. Cetakan 7. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar