Sabtu, 18 Mei 2013

PERKECAMBAHAN BENIH



A.  Pengertian Perkecambahan
Perkecambahan benih merupakan proses pertumbuh-an dan perkembangan embrio. Hasil dari perkecambahan akan muncul tumbuhan kecil dari dalam biji (gambar 2.1). Proses pertumbuhan embrio saat perkecambahan benih adalah plumula tumbuh dan berkembang menjadi pucuk dan radikula tumbuh dan berkembang menjadi akar. Berdasarkan letak kotiledon pada saat perkecambahan dikenal dua tipe perkecambahan yaitu hipogeal dan epigeal.

Proses produksi tanaman dimulai dengan benih ditanam, kemudian tanaman dipelihara dan hasil tanaman (akar, umbi, batang, pucuk, daun,  bunga, dan buah) dipanen. Kegiatan produksi pertanian memerlukan unit pembibitan  tanaman.  Pembibitan tanaman adalah suatu proses penyediaan bahan tanaman yang berasal dari benih tanaman (biji tanaman berkualitas baik dan siap untuk ditanam) atau bahan tanaman yang berasal dari organ vegetatif tanaman untuk menghasilkan bibit (bahan tanaman yang siap untuk  ditanam di lapangan.  Teknik penanaman yang akan dikem-bangkan meliputi berbagai  teknik dari setiap aspek pembibitan dan produksi benih   serta  teknik untuk mengoptimalkan proses pertu-mbuhan dan perkembangan organ tanaman sehingga diperoleh hasil panen yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang baik.


B. Tipe dan Metabolisme Perkecambahan
Tipe perkecambahan pada benih terbagi menjadi 2 yaitu tipe epigeal dan hipogeal. Tipe epigeal banyak ditemui pada tanaman dikotil, sebaliknya tipe hipogeal bisa ditemui pada tanaman monokotil.
1.  Epigeal
Tipe perkecambahan epigeal ditandai hipokotil tumbuh memanjang akibatnya kotiledon dan plumula terdorong ke permukaan tanah, sehingga kotiledon berada di atas tanah, contoh pada kacang hijau. Termasuk dalam tipe ini yaitu tanaman dikotil seperti kacang-kacangan. Kotiledon tersebut dapat melakukan fotosintesis selama daun belum terbentuk contoh perkecambahan kacang tanah.
Organ pertama yang muncul dari biji yang berkecambah pada tipe epigeal adalah radikula, berikutnya ujung radikula harus menembus permukaan tanah. Tumbuhan dikotil dengan rangsangan oleh cahaya, ruas batang dibawah daun lembaga (hipokotil) akan tumbuh lurus mengangkat kotiledon dan epikotil. Epikotil memunculkan helai daun pertamanya mengembang dan menjadi hijau, serta mulai membuat makanan melalui fotosintesis, kotiledon akan layu dan rontok dari bibit karena cadangan makanannya telah habis oleh embrio yang berkecambah.
2.  Hipogeal
Tipe perkecambahan ini ditandai pertumbuhan memanjang dari epikotil yang menyebabkan plumula keluar menembus kulit biji dan muncul di atas tanah, kotiledon tetap berada di dalam tanah, contohnya kecambah jagung. Biasanya yang termasuk dalam tipe ini yaitu tanaman dengan tipe biji monokotil.
3. Tahapan Metabolisme Perkecambahan
a.       Tahap pertama suatu perkecambahan benih benih dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma.
b.      Tahap kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. 
c.       Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak, dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh.
d.      Tahap keempat  adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah meritematik untuk menghasikan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru.
e.       Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui  proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik tumbuh. Sementara itu daun belum dapat berfungsi sebagai organ untuk fotosintesis maka pertumbuhan kecambah sangat tergantung pada persediaan makanan yang ada dalam biji.

C.  Faktor-faktor Perkecambahan

Perkecambahan benih sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal berhubungan dengan kondisi benih yang dikecambahkan, sedangkan faktor eksternal lebih berkaitan dengan lingkungan.
1.  Faktor Internal
a.      Tingkat Kemasakan Benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya  tidak mempunyai viabilitas tinggi. Bahkan pada beberarapa jenis tanaman menyebabkan tidak dapat berkecambah. Benih yang belum masak secara fisiologis belum memiliki cadangan makanan yang cukup dan embrio belum sempurna. Contoh benih tomat (Lycopersicon esculentum Mill) yang belum masak dapat berkecambah serta menghasilkan tananaman normal. Tetapi benih tersebut tidak memiliki kekuatan tumbuh dan ketahanan terhadap keadaan yang tidak baik seperti pada benih masak.
b.      Ukuran Benih
Benih yang berukuran besar diduga memiliki cadangan makanan lebih banyak dibandingkan benih yang kecil, serta embrionya juga besar. Makin besar/berat suatu benih maka kandungan kabrbohidrat, protein, lemak dan mineral yang diperlukan untuk perkecambahan semakin banyak pula. Maka benih besar dan berat akan menghasilkan kecambah yang besar pula.
Walaupun benih berasal dari varietas yang sama, ukuran yang lebih besar akan mampu tumbuh relatif cepat dibandingkan dengan ukuran benih yang lebih kecil. Kandungan cadangan makanan akan mempengaruhi berat suatu benih. Hal ini tentu akan mempengaruhi kecepatan tumbuh benih, karena benih yang berat dengan kandungan cadangan makanan yang banyak akan menghasilkan energi yang lebih besar saat mengalami proses perkecambahan. Hal ini akan mempengaruhi besarnya kecambah yang keluar dan berat tanaman saat panen.
Jaringan penyimpanannya benih memiliki karbohidrat, protein, lemak dan mineral. Bahan-bahan ini diperlukan sebagai bahan baku dan energi bagi embrio pada saat perkecambahan. Ukuran benih menunjukkan korelasi positif terhadap kandungan protein pada benih sorgum (Sorghum vulgare), makin besar/berat ukuran benih maka kandungan proteinnya makin meningkat pula.
c.       Dormansi
Benih yang mengalami dormansi tidak mau berkecambah meskipun sebenarnya hidup dan kondisi lingkungan optimum (sesuai). Dormansi dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain : impermeabilitas kulit biji terhadap air atau gas, resistensi kulit biji terhadap pengaruh mekanis dll. Dormansi benih akan dibahas lebih luas pada bab berikutnya.
d.      Penghambat Perkecambahan
Banyak zat-zat yang diketahui dapat menghambat perkecambahan benih, misalnya herbisida, lendir yang melapisi biji tomat. Biji pada buah tomat yang masak tidak akan berkecambah dalam buah, meskipun suhu, kelembaban dan kadar oksigennya sesuai. Apabila biji dikeluarkan dari buah, dikeringkan kemudian ditanam, biji itu akan segera berkecambah. Hal ini disebabkan karena dalam biji tomat mengandung inhibitor yaitu zat dapat menghambat pertumbuhan pada tanaman. Buah tomat (Solanum lycopersicum) mengandung asam absisat (ABA) yang merupakan zat penghambat (inhibitor) perkecambahan. Lendir dalam buah tomat merupakan bagian yang mengandung ABA, (gambar 2.3).
Jeruk nipis (Cytrus aurantifolia) mengandung asam askorbat yang mengganggu penyerapan panjang gelombang cahaya, sehingga menghambat perkecambah-an benih. sama halnya dengan buah tomat, bagian dalam buah jeruk nipis pada daging buah mengandung asam askorbat,        (gambar 2.3.).   Mekanisme penghambatan biji pada asam askorbat pada jeruk nipis berlangsung secara kimiawi.
Ada satu percobaan yang dilakukan untuk membuktikan pengaruh inhibitor terhadap perkecambahan benih padi (Oryza sativa). Percobaan dilakukan dengan merendam benih pada ke dalam larutan ekstraksi buah tomat,  buah jeruk, dan air biasa. Hasil percobaan menunjukkan benih padi yang direndam dalam larutan ekstraksi  jeruk maupun ekstraksi buah tomat tidak dapat berkecambah. Benih padi yang direndam dengan air biasa dapat berkecambah. Hal ini menunjukkan ekstraksi buah tomat dan jeruk mengandung inhibitor yang dapat menghambat perkecambahan benih padi tersebut.
1.  Faktor Luar
a.      Air
Syarat penting berlangsungnya perkecambahan yaitu adanya air. Dua faktor penting yang mempengaruhi penyerapan air pada benih yaitu sifat pelindung kulit benih dan jumlah air yang tersedia disekitarnya. Sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu. Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap masuk ke dalam benih hingga 80 - 90 % dan umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 - 55 %. Kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena cendawan atau bakteri.
b.      Temperatur
Pengaruh suhu terhadap  perkecambahan benih dapat dicerminkan melalui suhu kardinal, yaitu suhu minimum, optimum, dan maksimum dimana perkecambahan dapat terjadi (gambar 2.5). Suhu  minimum yaitu suhu terendah dimana perkecambahan dapat terjadi, suhu di bawah suhu tersebut tidak memungkinkan perkecambahan terjadi. Suhu optimum yaitu suhu di mana perkecambahan tertinggi dicapai pada periode terpendek. Suhu maksimum yaitu suhu tertinggi di mana perkecambahan dapat terjadi, di atas suhu tersebut tidak terjadi perkecambahan karena merupakan batas ambang kritis benih tidak dapat hidup (mati).
Temperatur yang paling optimum untuk perkecambahan benih antara 20-35°C. Temperatur antara 0-5°C kebanyakan benih gagal berkecambah atau terjadi kerusakan yang menyebabkan abnormal. Benih jagung memerlukan suhu minimum untuk berkecambah antara 8-10°C, suhu optimum 32-35°C, dan suhu maksimum 40-44°C. Sementara itu benih gandum hitam suhu minimum untuk berkecambah antara    3-5°C, suhu optimum 25-31°C, dan suhu maksimum 30-40°C.
c.       Oksigen
Saat perkecambahan, berlangsung proses respirasi disertai peningkatan pengambilan oksigen, pelepasan karbondioksida, dan air serta energi berupa panas. Terbatasnya oksigen yang dipakai akan mengakibatkan terhambatnya proses perkecambahan benih.
Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikroorganisme yang terdapat dalam benih. Mikroorganisme bisa menjadi kompetitor  (pesaing) benih dalam penyerapan oksigen, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi perkecambahan benih. Umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang mengandung 29 % oksigen dan 0.03 % CO2. Namun untuk benih yang dorman, perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk ke dalam benih ditingkatkan sampai 80 %, karena biasanya oksigen yang masuk ke embrio kurang dari 3 %.
d.      Cahaya
Benih yang dikecambahkan pada keadaan kekurangan cahaya atau gelap dapat mengalami etiolasi.  Etiolasi yaitu terjadinya pemanjangan yang tidak normal pada hipokotil atau epikotil dan kecambah berwarna pucat serta lemah.
e.       Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan harus bersifat gembur, mempunyai kemampuan menyimpan air dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan “damping off”.

DAFTAR RUJUKAN
Gardner, F, dkk. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Cetakan ke 1. Jakarta : UI Press.
Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi Benih Pengolahan Benih dan Tuntutan Praktikum. Cetakan Ke-4. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Cetakan 5. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih Edisi Revisi. Cetakan 7. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Pramono, E. Tanpa Tahun. Perkecambahan Benih. Bahan Kuliah Dasar Dasar Teknologi Benih. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

http://www.irwantoshut.net. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perkecambahan Benih
. Diakses tanggal 10 Nopember 2012.

http://ayuli012.wordpress.com. Perkecambahan. Diakses tanggal 15 Nopember 2012.

http://kamusbahasaindonesia.org/. Kamus Bahasa Indonesia Online. Diakses tanggal 30 Nopember 2012.

Tidak ada komentar: